“ HAKIKAT PEMBELAJARAN IPA”
Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum IPA SMP
yang diberikan oleh Bapak Mukhlis, S.Pd, MT
Disusun Oleh :
1. AGUS SETIAWAN (NIM: 0808830031)
2. NUR SYAIFUDIN (NIM: 0808830030)
3. DIANTY CONSTANTIA (NIM: 0808830026)
4. LULUK NIHAYATUL CH. (NIM: 0808830020)
5. DIANTY MAHMUDAH (NIM: )
6. JATI PURNAMA SARI (NIM: 0808830028)
7. AIDA ZUROTUL A. (NIM: 0808830038)
8. YUSRI RAHAYU M. (NIM: 0808830035)
9. ARDIANA ROMBEN PK. (NIM: 0808830037)
10. MARTINA PURWANDINI (NIM: 0808830023)
UNIVERSITAS ISLAM BALITAR (UIB)
PROGRAM STUDI FKIP
JURUSAN BIOLOGI
OKTOBER 2011
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan rasa syukur atas kehadhirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan segala rahmat, taufiq, hidayah, dan inyah-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar dan baik.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum IPA SMP. Dan tidak lupa makalah ini kami persembahkan untuk semua Mahasiswa UIB, khususnya FKIP Jurusan Biologi. Kami sadar bahwa, dalam penulisan makalah ini tidak luput dari kerjasama dan bantuan dari beberapa pihak, sehingga sudah sepantasnya dalam kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. Hadi Siswanto, MM selaku Rektor UIB.
2. Bapak Mukhlis, S.Pd, MT. selaku Dosen Pengembangan Kurikulum IPA SMP.
3. Kedua Orang Tua yang telah membantu kami dengan do’a.
4. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Dalam pembuatan makalah ini mungkin masih jauh dari yang sempurna. Oleh karena itu, saran, kritik, dan petunjuk serta pengarahan yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi terwujudnya pembuatan makalah yang lebih baik.
Blitar, 06 Nopember 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I 4
PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan 5
BAB II 6
HAKIKAT PEMBELAJARAN IPA 6
2.1 Pengertian Pendidikan 6
2.2 Konsep IPA 6
2.2.1 IPA sebagai Metode Khusus 7
2.2.2 IPA sebagai Metode Ilmiah 8
2.3 Karakteristik IPA 8
2.4 Karakteristik Belajar IPA 9
2.5 Kedudukan IPA Sebagai Proses, Produk dan Sikap Ilmiah 11
2.5.1 IPA Sebagai Proses 11
2.5.2 IPA Sebagai Produk 12
2.5.3 IPA Sebagai Sikap Ilmiah 13
BAB III 15
PENUTUP 15
3.1 Kesimpulan 15
3.2 Saran 16
DAFTAR PUSTAKA 17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan mempunyai hubungan yang sangat luas terkait dengan kehidupan manusia. Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga perkembangan Teknologi, karena IPA memiliki upaya untuk membangkitkan minat manusia serta kemampuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pemahaman tentang alam semesta yang mempunyai banyak fakta yang belum terungkap dan masih bersifat rahasia sehingga hasil penemuannya dapat dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan alam yang baru dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, IPA memiliki peran yang sangat penting. Kemajuan IPTEK yang begitu pesat sangat mempengaruhi perkembangan dalam dunia pendidikan terutama pendidikan IPA di Indonesia dan negara-negara maju.
Pendidikan IPA telah berkembang di Negara-negara maju dan telah terbukti dengan adanya penemuan-penemuan baru yang terkait dengan teknologi. Akan tetapi di Indonesia sendiri belum mampu mengembangkannya. Pendidikn IPA di Indonesia belum mencapai standar yang diinginkan, padahal untuk memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sains penting dan menjadi tolak ukur kemajuan bangsa.
Kenyataan yang terjadi di Indonesia, mata pelajaran IPA tidak begitu diminati dan kurang diperhatikan. Apalagi melihat kurangnya pendidik yang menerapkan konsep IPA. Permasalahan ini terlihat pada cara pembelajaran IPA serta kurikulum yang diberlakukan sesuai atau malah mempersulit pihak sekolah dan siswa didik, masalah yang dihadapi oleh pendidikan IPA sendiri berupa materi atau kurikulum, guru, fasilitas, peralatan siswa dan komunikasi antara siswa dan guru.
Oleh sebab itu untuk memperbaiki pendidikan IPA diperlukan pembenahan kurikulum dan pengajaran yang tepat dalam pendidikan IPA. Masalah ini juga yang mendasasri adanya kurikulum yang di sempurnakan (KYD) yang saat ini sedang di kembangkan di sekolah-sekolah, yaitu KTSP.
1.2 Rumusan Masalah
1. Menjelaskan apa pengertian pendidikan?
2. Menjelaskan apa konsep IPA?
3. Menjelaskan apa karakteristik IPA?
4. Menjelaskan apa karakteristik belajar IPA?
5. Menjelaskan apa Kedudukan IPA Sebagai Proses, Produk dan Sikap Ilmiah?
1.3 Tujuan
1. Dapat Menjelaskan apa pengertian pendidikan
2. Dapat Menjelaskan apa konsep IPA
3. Dapat Menjelaskan apa karakteristik IPA
4. Dapat Menjelaskan apa karakteristik belajar IPA
5. Dapat Menjelaskan apa Kedudukan IPA Sebagai Proses, Produk dan Sikap Ilmiah
BAB II
HAKIKAT PEMBELAJARAN IPA
2.1 Pengertian Pendidikan
Pendidikan menurut Siswoyo (2007: 21) merupakan “proses sepanjang hayat dan perwujudan pembentukan diri secara utuh dalam arti pengembangan segenap potensi dalam rangka pemenuhan dan cara komitmen manusia sebagai makhluk individu dan makhluk social, serta sebagai makhluk Tuhan”.
Sugiharto (2007: 3) menyatakan bahwa “pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan sengaja untuk mengubah tingkah laku manusia baik secara individu maupun kelompok untuk mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan”.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu proses sadar dan terencana dari setiap individu maupun kelompok untuk membentuk pribadi yang baik dan mengembangkan potensi yang ada dalam upaya mewujudkan cita-cita dan tujuan yang diharapkan.
Dari definisi di atas dapat dikatakan bahwapendidikan tidak hanya menitik beratkan pada pengembangan pola piker saja, namun juga untuk mengembangkan semua potensi yang ada pada diri seseorang. Jadi pendidikan menyangkut semua aspek pada kepribadian seseorang untuk membuat seseorang tersebut menjadi lebih baik.
2.2 Konsep IPA
Istilah Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA dikenal juga dengan istilah sains. Kata sains ini berasal dari bahasa Latin yaitu scientia yang berarti ”saya tahu”. Dalam bahasa Inggris, kata sains berasal dari kata science yang berarti ”pengetahuan”. Science kemudian berkembang menjadi social science yang dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan ilmu pengetahuan sosial (IPS) dan natural science yang dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan ilmu pengetahuan alam (IPA).
Dalam kamus Fowler (1951), natural science didefinisikan sebagai: systematic and formulated knowledge dealing with material phenomena and based mainly on observation and induction (yang diartikan bahwa ilmu pengetahuan alam didefinisikan sebagai: pengetahuan yang sistematis dan disusun dengan menghubungkan gejala-gejala alam yang bersifat kebendaan dan didasarkan pada hasil pengamatan dan induksi).
Sumber lain menyatakan bahwa natural science didefinisikan sebagai a piece of theoretical knowledge atau sejenis pengetahuan teoritis.
IPA merupakan cabang pengetahuan yang berawal dari fenomena alam. IPA didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan tentang objek dan fenomena alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan yang dilakukan dengan ketrampilan bereksperimen dengan menggunakan metode ilmiah.
Definisi ini memberi pengertian bahwa IPA merupakan cabang pengetahuan yang dibangun berdasarkan pengamatan dan klasifikasi data, dan biasanya disusun dan diverifikasi dalam hukum-hukum yang bersifat kuantitatif, yang melibatkan aplikasi penalaran matematis dan analisis data terhadap gejala-gejala alam. Dengan demikian, pada hakikatnya IPA merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip dan hukum yang teruji kebenarannya dan melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah.
Dalam perkembangan selanjutnya, metode ilmiah tidak hanya berlaku bagi IPA tetapi juga berlaku untuk bidang ilmu lainnya. Hal yang membedakan metode ilmiah dalam IPA dengan ilmu lainnya adalah cakupan dan proses perolehannya. IPA meliputi dua cakupan yaitu IPA sebagai produk dan IPA sebagai proses. Science is both of knowledge and a process (Trowbridge and Sund, 1973:2).
Secara umum, kegiatan dalam IPA berhubungan dengan eksperimen. Namun dalam hal-hal tertentu, konsep IPA adalah hasil tanggapan pikiran manusia atas gejala yang terjadi di alam. Seorang ahli IPA (ilmuwan) dapat memberikan sumbangan besar kepada IPA tanpa harus melakukan sendiri suatu percobaan, tanpa membuat suatu alat atau tanpa melakukan observasi.
2.2.1 IPA sebagai Metode Khusus
Metode khusus yang dimaksud merupakan langkah-langkah seorang ilmuwan dalam memperoleh pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan gejala-gejala alam. Pengetahuan berupa teori yang diperoleh melalui hasil perhitungan atau pemikiran tidak akan bertahan kalau tidak sesuai dengan hasil observasi, sehingga suatu teori tidak dapat berdiri sendiri. Teori selalu didasari oleh hasil pengamatan.
Dengan demikian, IPA juga merupakan pengetahuan teoritis yang diperoleh dengan metode khusus (Nokes, 1941).
Planet Neptunus tidak akan dapat ditemukan secara teoritis jika sebelumnya tidak ada pengamatan yang menyaksikan suatu keanehan dalam lintasan planet lainya. Atau dapat dikatakan bahwa Planet Neptunus tidak ditemukan berdasarkan hasil observasi melainkan melalui perhitungan-perhitungan. Demikian halnya dengan pembuktian teori Einstein yang secara ekperimental tidak dilakukan oleh Einstein.
2.2.2 IPA sebagai Metode Ilmiah
Jika IPA merupakan suatu jenis pengetahuan teoritis yang diperoleh dengan cara yang khusus, maka cara tersebut dapat berupa observasi, eksperimentasi, pengambilan kesimpulan, pembentukan teori, observasi dan seterusnya. Cara yang demikian ini dikenal dengan metode ilmiah (scientific method).
2.3 Karakteristik IPA
IPA disiplin ilmu memiliki ciri-ciri sebagaimana disiplin ilmu lainnya. Setiap disiplin ilmu selain mempunyai ciri umum, juga mempunyai ciri khusus/karakteristik. Adapun ciri umum dari suatu ilmu pengetahuan adalah merupakan himpunan fakta serta aturan yang yang menyatakan hubungan antara satu dengan lainnya. Fakta-fakta tersebut disusun secara sistematis serta dinyatakan dengan bahasa yang tepat dan pasti sehingga mudah dicari kembali dan dimengerti untuk komunikasi (Prawirohartono, 1989: 93).
Ciri-ciri khusus tersebut dipaparkan berikut ini:
a. IPA mempunyai nilai ilmiah artinya kebenaran dalam IPA dapat dibuktikan lagi oleh semua orang dengan menggunakan metode ilmiah dan prosedur seperti yang dilakukan terdahulu oleh penemunya.
Contoh : nilai ilmiah ”perubahan kimia” pada lilin yang dibakar.
Artinya benda yang mengalami perubahan kimia, mengakibatkan benda hasil perubahan sudah tidak dapat dikembalikan ke sifat benda sebelum mengalami perubahan atau tidak dapat dikembalikan ke sifat semula.
b. IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.
c. IPA merupakan pengetahuan teoritis.
Teori IPA diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain
d. IPA merupakan suatu rangkaian konsep yang saling berkaitan.
Dengan bagan-bagan konsep yang telah berkembang sebagai suatu hasil eksperimen dan observasi, yang bermanfaat untuk eksperimentasi dan observasi lebih lanjut (Depdiknas, 2006).
e. IPA meliputi empat unsur, yaitu produk, proses, aplikasi dan sikap.
Produk dapat berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum. Proses merupakan prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi pengamatan, penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, percobaan atau penyelidikan, pengujian hipotesis melalui eksperimentasi; evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan.
Aplikasi merupakan penerapan metode atau kerja ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Sikap merupakan rasa ingin tahu tentang obyek, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar.
2.4 Karakteristik Belajar IPA
Berdasarkan karakteristiknya, IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pemahaman tentang karakteristik IPA ini berdampak pada proses belajar IPA di sekolah.
Sesuai dengan karakteristik IPA, IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan karakteristik IPA pula, cakupan IPA yang dipelajari di sekolah tidak hanya berupa kumpulan fakta tetapi juga proses perolehan fakta yang didasarkan pada kemampuan menggunakan pengetahuan dasar IPA untuk memprediksi atau menjelaskan berbagai fenomena yang berbeda.
Cakupan dan proses belajar IPA di sekolah memiliki karakteristik tersendiri. Uraian karakteristik belajar IPA dapat diuraikan sebagi berikut.
a. Proses belajar IPA melibatkan hampir semua alat indera, seluruh proses berpikir, dan berbagai macam gerakan otot.
Contoh : untuk mempelajari pemuaian pada benda, kita perlu melakukan serangkaian kegiatan yang melibatkan indera penglihat untuk mengamati perubahan ukuran benda (panjang, luas, atau volume), melibatkan gerakan otot untuk melakukan pengukuran dengan menggunakan alat ukur yang sesuai dengan benda yang diukur dan cara pengukuran yang benar, agar diperoleh data pengukuran kuantitatif yang akurat.
b. Belajar IPA dilakukan dengan menggunakan berbagai macam cara (teknik). Misalnya, observasi, eksplorasi, dan eksperimentasi.
c. Belajar IPA memerlukan berbagai macam alat, terutama untuk membantu pengamatan. Hal ini dilakukan karena kemampuan alat indera manusia itu sangat terbatas. Selain itu, ada hal-hal tertentu bila data yang kita peroleh hnya berdasarkan pengamatan dengan indera, akan memberikan hasil yang kurang obyektif, sementara itu IPA mengutamakan obyektivitas.
Contoh : pengamatan untuk mengukur suhu benda diperlukan alat bantu pengukur suhu yaitu termometer.
d. Belajar IPA seringkali melibatkan kegiatan-kegiatan temu ilmiah (misal seminar, konferensi atau simposium), studi kepustakaan, mengunjungi suatu objek, penyusunan hipotesis, dan yang lainnya. Kegiatan tersebut kita lakukan semata-mata dalam rangka untuk memperoleh pengakuan kebenaran temuan yang benar-benar obyektif.
Contoh : sebuah temuan ilmiah baru untuk memperoleh pengakuan kebenaran, maka temuan tersebut harus dibawa ke persidangan ilmiah lokal, regional, nasional, atau bahkan sampai tingkat internasional untuk dikomunikasikan dan dipertahankan dengan menghadirkan ahlinya.
e. Belajar IPA merupakan proses aktif.
Belajar IPA merupakan sesuatu yang harus siswa lakukan, bukan sesuatu yang dilakukan untuk siswa. Dalam belajar IPA, siswa mengamati obyek dan peristiwa, mengajukan pertanyaan, memperoleh pengetahuan, menyusun penjelasan tentang gejala alam, menguji penjelasan tersebut dengan cara-cara yang berbeda, dan mengkomunikasikan gagasannya pada pihak lain.
Keaktifan dalam belajar IPA terletak pada dua segi, yaitu aktif bertindak secara fisik atau hands-on dan aktif berpikir atau minds-on (NRC, 1996:20).
Keaktifan secara fisik saja tidak cukup untuk belajar IPA, siswa juga harus memperoleh pengalaman berpikir melalui kebiasaan berpikir dalam belajar IPA. Para ahli pendidikan dan pembelajaran IPA menyatakan bahwa pembelajaran IPA seyogianya melibatkan siswa dalam berbagai ranah, yaitu ranah kognitif, psikomotorik, dan afektif.
Para ahli pendidikan dan pembelajaran IPA menyatakan bahwa pembelajaran IPA seyogianya melibatkan siswa dalam berbagai ranah, yaitu ranah kognitif, psikomotorik, dan afektif. Hal ini dikuatkan dalam kurikulum IPA yang menganjurkan bahwa pembelajaran IPA di sekolah melibatkan siswa dalam penyelidikan yang berorientasi inkuiri, dengan interaksi antara siswa dengan guru dan siswa lainnya. Melalui kegiatan penyelidikan, siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan ilmiah yang ditemukannya pada berbagai sumber, siswa menerapkan materi IPA untuk mengajukan pertanyaan, siswa menggunakan pengetahuannya dalam pemecahan masalah, perencanaan, membuat keputusan, diskusi kelompok, dan siswa memperoleh asesmen yang konsisten dengan suatu pendekatan aktif untuk belajar.
Dengan demikian, pembelajaran IPA di sekolah yang berpusat pada siswa dan menekankan pentingnya belajar aktif berarti mengubah persepsi tentang guru yang selalu memberikan informasi dan menjadi sumber pengetahuan bagi siswa (NRC, 1996:20). Ditinjau dari isi dan pendekatan kurikulum pendidikan sekolah tingkat pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang berlaku saat ini maupun sebelumnya, pembelajaran di sekolah dititikberatkan pada aktivitas siswa. Dengan cara ini diharapkan pemahaman dan pengetahuan siswa menjadi lebih baik. Kenyataan di lapangan, aktivitas siswa sering diartikan sempit. Bila siswa aktif berkegiatan, walaupun siswa sendiri tidak mengetahui (merasa pasti) untuk apa berbuat sesuatu selama pembelajaran, maka dianggap pembelajaran sudah menerapkan pendekatan yang aktif.
Proses pembelajaran IPA di sekolah menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Hal ini disebabkan karena IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan pembelajaran IPA ada penekanan pembelajaran Salingtemas (sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.
2.5 Kedudukan IPA Sebagai Proses, Produk dan Sikap Ilmiah
2.5.1 IPA Sebagai Proses
Mari kita telusuri materi kajian IPA sebagai proses dari sajian berikut ini. IPA sebagai proses mengandung pengertian cara berpikir dan bertindak untuk menghadapi atau merespons masalah-masalah yang ada di lingkungan. Jadi, IPA sebagai proses menyangkut proses atau cara kerja untuk memperoleh hasil (produk) inilah yang kemudian dikenal sebagai proses ilmiah. Melalui proses-proses ilmiah akan didapatkan temuan-temuan ilmiah.
Perwujudan proses-proses ilmiah ini berupa kegiatan ilmiah yang disebut sebagai inkuiri/penyelidikan ilmiah. Secara sederhana Nyoman (1985-1986: 8) mendefinisikan inkuiri ilmiah sebagai usaha mencari pengetahuan dan kebenaran.
Sejumlah proses IPA yang dikembangkan para ilmuwan dalam mencari pengetahuan dan kebenaran ilmiah itulah yang kemudian disebut sebagai keterampilan proses IPA. Iskandar (1997:5) mengartikan keterampilan proses IPA adalah keterampilan yang dilakukan oleh para ilmuwan.
Ditinjau dari tingkat kerumitan dalam penggunaannya, keterampilan proses IPA dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu keterampilan:
• Proses Dasar (Basic Skills) dan
• Keterampilan Proses Terintegrasi (Integrated Skills) (Moejiono dan Dimyati, 1992:1)
2.5.2 IPA Sebagai Produk
Produk IPA adalah sekumpulan hasil kegiatan empirik dan kegiatan analitik yang dilakukan oleh para ilmuwan selama berabad-abad. Produk IPA yang disebut istilah adalah sebutan, simbol atau nama dari benda-benda dan gejala-gejala alam, orang, tempat.
Pudyo (1991: 2) menyebutkan bentuk-bentuk produk IPA meliputi istilah, fakta, konsep, prinsip, dan prosedur
Contoh:
• malaria (sebutan)
• lamda (simbol untuk panjang gelombang)
• matahari (nama benda)
• angin puting beliung (gejala alam)
• Newton (nama orang)
• Galapagos (nama tempat).
Iskandar (1997: 3) menyatakan bahwa fakta adalah pernyataan-pernyataan tentang benda-benda yang benar-benar ada, atau peristiwa-peristiwa yang benar-benar terjadi dan sudah dikonfirmasi secara objektif.
Sementara itu Susanto (1991: 3) mengartikan fakta sebagai ungkapan tentang sifat-sifat suatu benda, tempat, atau waktu adanya atau terjadinya suatu benda atau kejadian. Sifat yang dimaksud dapat berupa wujud, bentuk, bangun, ukuran, warna, bau, rasa dan yang lainnya.
Contoh:
• fakta mengenai sifat: air jeruk rasanya asam.
• fakta mengenai waktu: Kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.
• fakta mengenai tempat: Ujung Kulon (tempat suaka badak bercula satu)
• fakta mengenai orang: Mukibat (adalah orang Indonesia penemu teknik menyambung singkong)
2.5.3 IPA Sebagai Sikap Ilmiah
Sikap ilmiah adalah sikap tertentu yang diambil dan dikembangkan oleh ilmuwan untuk mencapai hasil yang diharapkan (Iskandar, 1996/1997: 11).
Sikap-sikap ilmiah meliputi:
a. Obyektif terhadap fakta. Obyektif artinya menyatakan segala sesuatu tidak dicampuri oleh perasaan senang atau tidak senang.
Contoh: Seorang peneliti menemukan bukti pengukuran volume benda 0,0034 m3, maka ia harus mengatakan juga 0,0034m3, padahal seharusnya 0,005m3.
b. Tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan bila belum cukup data yang mendukung kesimpulan itu.
Contoh: Ketika seorang ilmuwan menemukan hasil pengamatan suatu burung mempuyai paruh yang panjang dan lancip, maka dia tidak segera mengatakan semua burung paruhnya panjang dan lancip, sebelum data-datanya cukup kuat mendukung kesimpulan tersebut.
c. Berhati terbuka artinya bersedia menerima pandangan atau gagasan orang lain, walaupun gagasan tersebut bertentangan dengan penemuannya sendiri. Sementara itu, jika gagasan orang lain memiliki cukup data yang mendukung gagasan tersebut maka ilmuwan tersebut tidak ragu menolak temuannya sendiri.
d. Tidak mencampuradukkan fakta dengan pendapat.
Contoh: Tinggi batang kacang tanah di pot A pada umur lima (5) hari 2 cm, yang di pot B umur lima hari tingginya 6,5 cm. Orang lain mengatakan tanaman kacang tanah pada pot A terlambat pertumbuhannya, pernyataan orang ini merupakan pendapat bukan fakta.
e. Bersikap hati-hati. Sikap hati-hati ini ditunjukkan oleh ilmuwan dalam bentuk cara kerja yang didasarkan pada sikap penuh pertimbangan, tidak ceroboh, selalu bekerja sesuai prosedur yang telah ditetapkan, termasuk di dalamnya sikap tidak cepat mengambil kesimpulan. Pengambilan kesimpulan dilakukan dengan penuh kehati-hatian berdasarkan fakta-fakta pendukung yang benar-benar akurat.
f. Sikap ingin menyelidiki atau keingintahuan (couriosity) yang tinggi. Bagi seorang ilmuwan hal yang dianggap biasa oleh orang pada umumnya, hal itu merupakan hal penting dan layak untuk diselidiki.
Contoh: Orang menganggap hal yang biasa ketika melihat benda-benda jatuh, tetapi tidak biasa bagi seorang Issac Newton pada waktu itu. Beliau berpikir keras mengapa buah apel jatuh ketika dia sedang duduk istirahat di bawah pohon tersebut. Pemikiran ini ditindaklanjuti dengan menyelidiki selama bertahun-tahun sehingga akhirnya ditemukannya hukum Gravitasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Kedudukan IPA pada dimensi proses ditunjukkan oleh sejumlah keterampilan proses IPA dasar dan terintegrasi. Keterampilan proses IPA diartikan sebagai keterampilan yang dilakukan oleh para ilmuwan. Dalam proses IPA terkandung cara kerja dan cara berpikir untuk kemajuan IPA itu sendiri.
2. Proses-proses IPA yang termasuk ke dalam keterampilan proses IPA dasar adalah:
• mengamati
• mengukur
• mengklasifikasi
• menginterpretasi
• memprediksi
• mengkomunikasikan hasil
• menggunakan alat
• menarik kesimpulan
3. Proses-proses IPA yang termasuk ke dalam keterampilan proses IPA terintegrasi adalah:
• merumuskan masalah penelitian/percobaan
• mengidentifikasi dan mendeskripsikan variabel
• mendeskripsikan hubungaan antar variabel
• mengendalikan dan kemungkinan mengontrol variabel
• mendefinisikan variabel secara operasional
• memperoleh dan menyajikan data
• mengolah data, • menyusun hipotesis
• merancang penelitian/penyelidikan
• melakukan penelitian/penyelidikan
4. Pada tataran penerapan, keterampilan proses dasar lebih sederhana dibanding dengan penerapan keterampilan proses terintegrasi yang lebih kompleks. Penerapan keterampilan proses terintegrasi lebih rumit karena memerlukan penggunaan keterampilan proses yang lain. Keterampilan proses dasar merupakan modal dasar untuk dapat mengembangkan keterampilan proses terintegrasi.
5. Kedudukan IPA pada dimensi produk mengkaji produk-produk IPA yang diperoleh dari kegiatan serangkaian proses-proses IPA. Produk-produk IPA meliputi:
• istilah
• fakta
• konsep
• prinsip
• prosedur (urutan proses dari suatu kejadian/fenomena alam)
6. Kedudukan IPA pada dimensi sikap: dipahami sebagai sikap-sikap yang diperlukan oleh para ilmuwan dalam melakukan proses-proses ilmiah. Sikap-sikap ilmiah meliputi:
• obyektif terhadap fakta
• tidak cepat mengambil kesimpulan jika data yang mendukung belum kuat/lengkap
• berhati terbuka
• berhati-hati
• tidak mencampur adukkan fakta dengan pendapat
• ingin menyelidiki
3.2 Saran
1. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan, agar anda tahu persis apa yang menjadi alasan penulis menulis makalah ini.
2. Baca sesecara sepintas pembahasan isi, agar anda memperoleh gambaran secara keseluruhan.
3. Lanjutkan dengan membaca bagian demi bagian, tandai bagian-bagian yang penting dengan stabilo atau garis tebal bawahnya.
4. Semoga makalah yang kami susun bermanfaat bagi kita semuanya. Amin….
DAFTAR PUSTAKA
http://aadesanjaya.blogspot.com/2010/10/hakikat-pembelajaran-ipa.html diakses pada 03 Nopember 2011
http://anwarholil.blogspot.com/2009/01/hakikat-pembelajaran-ipa.html diakses pada 03 Nopember 2011
Dwi Siswoyo, dkk. (2007). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta. UNY Press
Djohar.(1990).Pendidikan Sains.Yogyakarta:FMIPA UNY
Masnur Muslich. (2007). KTSP Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta:PT Bumi Aksara
Muhammad Joko Susilo. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mulyasa. (2006). Kurikulum yang Disempurnakan: Pengambangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Bandung: PT Remaja Rasdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar